FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNPAD

p1011614

lambunpad

Di fakultas tercinta ini kami menuntut ilmu.

Di Fakultas ini kami dipertemukan dengan teman – teman yang baik hati.

Difakultas ini kelompok kami terbentuk atas bimbingan dari dosen tercinta Bapak Iyus Yosepbapak-iyus-yosep-tercinta1.

tentang penulis

Assalamualaikum!

Hai dunia lihatlah!!  kami adalah mahasiswa ilmu keperawatan Unpad 2008
untitled-1Kami bukanlah apa yang kami miliki
Apa yang kami kenakan
Dan apa yang kami banggakan
Tapi…
Kami adalah apa yang kami niatkan
Apa yang kami kerjakan
Apa yang kami sumbangkan
Dan apa yang kami bangkitkan
Bagi saudara kita
Bagi lingkungan kita
Bagi negeri kita
Bahkan DUNIA
Perawat bukanlah sekedar profesi
Namun…itu adalah apa yang kami cita-citakan
dan kami abdikan
NurseMuslim itulah kami,,
Agistian Hermanto
Meilina
Maulida Nur Hidayati
Rizkytia
Dedi Suhendi
Linda Permatasari
Alnidi Safarach B
Annisa F B S
Gian
Sella Gita Aditi
Farah Atika
Astri Ika
Wawan H
Leya Indah P (A 04)

Benarkah Euthanasia Killing Lebih Manusiawi?

Saya sering mendengar bahwa Suntik mati atau euthanasia killing merupakan hukuman yang paling ideal dan manusiawi bagi seorang narapidana, dibandingkan hukuman mati lainnya, seperti hukum pancung, kursi listrik, ataupun tembak mati. Euthanasia juga bukan hal yang baru dalam dunia medis, namun di Indonesia sendiri hal ini masih menjadi kontroversi karena bertentangan dengan 3 aspek :

1. Agama

Kita tentu sudah tahu dan mengerti bagaimana hukum Islam tentang membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain ataupun diri sendiri secara sengaja maupun tidak disengaja.

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (Q.S Al-An’aam :151)

Demikianlah Allah sangat mewajibkan kita untuk menjaga jiwa, baik diri sendiri maupun orang lain, terutama kepada sesama umat muslim.

2. Medis

Proses euthanasia ini berlawanan dengan salah satu prinsip etika medis; seperti otonomi, menolong sesama dan tidak berbuat jahat.

3. Hukum

Dalam hukum Indonesia, membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain dapat menyebabkan hukuman penjara atau hukuman mati.

Mengenai Euthanasia :

Suntik mati atau Euthanasia dilakukan melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah memberikan suntikan untuk anasthesi (pembiusan). Tahap kedua adalah memberikan suntikan untuk melumpuhkan tubuh dan menghentikan pernafasan. Tahap ketiga atau terakhir adalah memberikan suntikan untuk menghentikan detak jantung.

Tanpa Anastesi, terhukum akan mengalami asphisiasi, sensasi terbakar pada seluruh tubuh, nyeri pada seluruh otot, dan akhirnya berhentinya detak jantung (baca: penderitaan yang amat sangat). Oleh karena itu, anastesi yang memadai diperlukan untuk meminimalisir penderitaan dari terhukum dan untuk memperkuat opini publik bahwa hukuman suntik mati itu relatif bebas rasa sakit.

Keterlibatan dokter pada hukuman suntik mati dianalogikan dengan kasus abortus. Dimana dalam aspek tertentu menimbulkan perdebatan dalam perihal status moral. Dilain sisi, aborsi dianggap melayani kepentingan terbaik dari pasien yang dilibatkan, serta merta euthanasia juga dianggap sebagai aksi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit dari terpidana mati.

Dalam perkembangan perdebatan pertentangan tersebut, apapun pendapat pribadi dokter terhadap suntik mati dan apapun pendapat masyarakat terhadap suntik mati, dalam subjek tradisi klasik etika medis tidak sedikit  yang mengutarakan nada kecaman dan sangat mengutuk perbuatan pembunuhan oleh dokter.

Jadi, tidak ada yang ideal atau manusiawi jika hal tersebut menyangkut untuk menghilangkan  nyawa seseorang, karena umur manusia itu hanya ditentukan oleh Allah SWT, Dia yang memberi kehidupan maka tiada seorangpun yang patut mengakhirinya kecuali Allah.

peran perawat muslim dalam sakaratul maut klien terminal

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang kekal.
Menurut konsep Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik atau tidaknya kematian seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh ALLAH SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan pasien di rumah sakit mutlak diperlukan.
Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali di sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita diajarkan do’a untuk diringankan dalam fase sakaratul maut.
Gambaran tentang beratnya sakaratul maut dijelaskan dalam Al Qur,an dan hadis. “ Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata “rasakan olehmu siksa neraka yang membakar” (niscaya kamu akan merasa sangat nyeri) (QS Al Anfal: 50). Alangkah dasyatnya sekiranyakamu melihat diwaktu orang-orang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata) “keluakanlah nyawamu!)” Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap ALLAH perkataan yang tidak benar dankarena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya” (QS. Al An’am :93)
Cara malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada ALLAH maka malaikat Izrail mencanut nyawanya dengan kasar. Sebaliknya bila terhadap orang sholeh cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap amat menyakitkan. “ Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya di pukul pedang. “ ( HR. Ibnu Abu Dunya)
Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya –upaya sebagai berikut :


1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem. Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik . Selanjutnya Ibnu Abas berkata. Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.


2. Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah. Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir.

Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan gambaran ciri-ciri pokok klien terminal yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki. Meskipun suhu tubuh pasien biasanya tinggi ia terasa dingin dan lembab mulai pada kaki tangan dan ujung hidung, kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat. Terdengar suara ngorok disertai gejala nafas cyene stokes. Dengan menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim,
Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat .


3. berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan. Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.

Tentang Euthanasia

euthanasia

Euthanasia

Kematian dapat dibagi menjadi 2, yaitu : somatic death (kematian somatik) dan biological death (kematian biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian diaman tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun, dan tidak adanya aktifitas listrik otak pada rekamna EEG. Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Berdasarkan cara terjadinya, ilmu pengetahuan membagi kematian dalam 3 jenis :
1. Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi secara alamiah,
2. Dysthanasia, yaitu kematian yang terjadi secara tidak wajar,
3. Euthanasia, yaitu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan “thanatos” yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM) euthansia bdrarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis mengatakan bahwa euthanasia berati mati cepat tanpa derita.Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umurnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter. Dari pengertian di atas maka euthanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  • Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
  • Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memmperpanjang hidup pasien
  • Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan
  • Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya
  • Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya

Dari berbagai penggolongan euthanasia,yang paling praktis dan mudah dimengerti adalah:
ü Euthanasia pasif, dimana tenaga medis tidak lagi memberikan tau melanjutkan tindakan medis
Euthansia aktif, baik secara langsung maupun tidak langsung,di mana
ü tenaga medis sengaja melakukan tindakan untuk mengakhiri hidup pasien

Dalam euthansia setidaknya terdapat empat macam ilmu di dalamnya yaitu hukum, hak asasi, biologi/kedokteran dan agama yang masing-masing memiliki standar kebenaranyang berbeda. Ada empat metode euthanasia:
1.Euthansia sukarela, ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian
2.Euthanasia non sukarela, ini terjadi ketika individu tidak mampu menyetujui karena faktor usia, ketidakmampuan fisik dan mental. Hal ini dilakukan dengan menghentikan bantuan makanan minuman untuk pasien yang berada dalam kondisi koma
3.Euthanasia tidak sukarela, terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuannya, tetapi hal ini tidak dilakukan.
Bantuan bunuh diri. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri.
Euthanasia atau suntik mati terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah memberikan suntikan unyuk anesthesi. Tahap kedua adalah memberikan suntikan untuk melumpuhkan tubuh dan menghentikan pernafasan. Tahap ketiga atau terakhir adalah memberikan suntikan untuk menghentikan detak jantung.
Menurut Deklarasi Lisabon tahun 1981, euthansia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam prakteknya, tenaga medis tidak dapat melakukan euthanasia karena dua kendala. Dokter misalnya terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien, tetapi disisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana.

Pandangan Islam Terhadap Euthanasia

Syariah islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad).Walaupun memiliki niat baik utuk meringankan penderitaan pasien dan merupakan permintaan pasien atau keluarganya, tetapi hukum euthanasia tetap haram. Dalil-dalil untuk masalah ini sangat jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan.Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (Q.S Al-An’aam :151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)………” (Q.S An-Nisaa’: 92)
” Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisaa’ : 29)
Dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi tenaga medis melakukan euthansia aktif. Sebab tindakan tersebut termasuk ke dalam kategori pembunuhan yang merupakan tindak pidana dan berdosa besar.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwa seorang wanita berkulit hitam pernah datang kepada Nabi Muhammad dan minta didoakan agar disembuhkan dari penyakit epilipsi yang dideritanya karena auratnya sering tersikap, kemudian Nabi Muhammad berkata, “Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Wanita itu berkata,”baiklah aku kan bersabar.” Lalu ia berkata lagi, “sesungguhnya auratku sering tersikap saat ayanku kambuh, maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersikap.” Maka Nabi Muhammad berdoa untuknya.
Berdasarkan penjelasan di atas hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien setelah matinya/rusaknya organ otak hukumnya boleh dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Abdul Qadim Zallum mengatakan bahwa jika para tenaga medis telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka tenaga medis berhak menghentikan pengobatan, termasuk menghentikan alat bantu pernafasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasif tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien, meskipun sebagian organ vitalnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun segera tidak berfungsi.

Fatwa MUI Tentang Euthanasia

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI tidak dibenarkan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain.
Euthanasia hanya boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus. Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat. Sedangkan kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan.

« Older entries